Laporan Jurnalis Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemanfaatan lahan seluas 30,91 hektar di Megamendung Bogor, Jawa Barat menjadi polemik. Front Pembela Islam (FPI) dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) lah yang bermusuhan.
Masalah terkait pemanfaatan fisik lahan PTPN VII Kebun Gunung Mas dengan luas kurang lebih 30,91 oleh Pondok Pesantren Markaz Syariah (Ponpes) yang dipimpin oleh Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab sejak 2013 tanpa izin dan persetujuan dari PTPN VIII. .
Baca juga: PTPN III Siapkan Whistleblower Service Terintegrasi dengan KPK
PTPN VII juga telah mengajukan panggilan kepada FPI terkait keberadaan Ponpes Alam Agro Budaya Markaz Syariah di Megamendung. PTPN menyatakan bahwa pondok pesantren tersebut berdiri di atas lahan PTPN VIII.
Bahkan, surat panggilan sudah diberikan kepada semua pihak yang menempati lahan PTPN VIII di kawasan perkebunan Gunung Mas, Puncak, Bogor.
“Dengan ini kami informasikan bahwa PT Perkebunan Nusantara VIII telah mengajukan panggilan kepada seluruh penghuni yang ada di kawasan perkebunan Gunung Mas, Puncak,” kata Sekretaris Perusahaan PTPN Naning DT, Kamis (24/12/2020).
Baca juga: Target PTPN V Terkait Sertifikasi RSPO pada 2022
Dalam surat tersebut disebutkan bahwa tanah yang dikuasai merupakan aset PTPN VII berdasarkan sertifikat HGU No. 299 tanggal 4 Juli 2008.
Pakar Hukum Agraria Universitas Andalas, Profesor Kurnia Warman menjelaskan, secara hukum jika masa berlaku HGU habis maka tanah tersebut akan jatuh ke tanah negara.
Dan tanah negara memang menjadi objek yang akan diberikan kepada orang atau badan hukum yang membutuhkannya sesuai ketentuan, jelas Kurnia kepada Tribunnews.com, Kamis (24/12/2020).
Jika HGU masih berlaku tapi diabaikan, kata Kurnia, tanah itu juga akan jatuh ke tanah negara. Ia mengatakan, tanah yang sudah menjadi tanah negara secara hukum tidak bisa lagi disebut sebagai aset.