Kami optimis BPOM segera mengeluarkan izin penggunaan darurat, dan saat ini masih menunggu data dari Sinovac serta hasil uji klinis yang dilakukan di Bandung (Jawa Barat) dan Brazil yang dijadwalkan selesai pada 15 Desember.
Pemerintah Indonesia berjuang untuk memenangkan hati dan pikiran semua warga dan meminta partisipasi mereka untuk program imunisasi COVID-19.
Seperti yang diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan belum lama ini, pemerintah kemungkinan akan memulai imunisasi COVID-19 tahap pertama pada minggu ketiga Desember tahun ini.
Namun, program tersebut baru akan dimulai setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan izin penggunaan darurat (UE) untuk vaksin COVID-19. Hingga Sabtu sore (19 Desember 2020), badan tersebut belum memberikan izin.
Sebelumnya, Ketua Komite Kerja Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto mengatakan dia tetap optimis BPOM akan segera menerbitkan EUA begitu hasil uji klinis dan data dari Sinovac Biotech China tersedia.
“Kami optimis BPOM segera menerbitkan izin penggunaan darurat, dan saat ini masih menunggu data dari Sinovac serta hasil uji klinis yang dilakukan di Bandung (Jawa Barat) dan Brazil yang dijadwalkan selesai pada 15 Desember,” ujarnya. diinformasikan pada tanggal 14 Desember 2020.
Sejak awal, pemerintah Indonesia secara konsisten menyatakan keyakinannya bahwa vaksin COVID-19 akan membantu mengatasi pandemi, yang telah menjadi ancaman serius bagi kesehatan dan perekonomian masyarakat.
Selama beberapa bulan terakhir, pihaknya telah berupaya mengamankan potensi vaksin COVID-19 bagi masyarakat Indonesia melalui kerja sama bilateral dan multilateral.
Indonesia telah menjalin kerjasama dengan China dan Inggris untuk pengadaan dan penyediaan vaksin COVID-19, sekaligus mendorong pengembangan vaksin COVID-19 miliknya sendiri, Merah Putih (Merah Putih), dinamai menurut warna bendera nasional.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan kesiapannya menjadi penerima pertama vaksin setelah BPOM mengeluarkan persetujuan penggunaan darurat.
Dia telah berusaha untuk meyakinkan seluruh bangsa untuk berpartisipasi dalam program vaksinasi, yang dianggap penting bagi upaya pemerintah untuk memenangkan perjuangannya melawan pandemi yang sedang berlangsung.
Pemerintah menyadari fakta bahwa tidak semua orang Indonesia ingin mendapatkan vaksinasi, kata Wakil Ketua Komite Penanganan dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) COVID-19, Erick Thohir, baru-baru ini.
Penelitian menunjukkan bahwa 66 persen masyarakat Indonesia ingin mendapatkan vaksinasi, sedangkan 16 persen enggan mengikuti program vaksinasi, ungkapnya.
Ia mengaku belum mengetahui alasan sebagian orang menolak divaksinasi.
Keraguan mereka bisa terkait dengan pertanyaan apakah vaksin itu halal atau haram, kata Thohir menambahkan, jika memang demikian, pemerintah akan membiarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelesaikan masalah tersebut.
Untuk mendorong komunitas Muslim berpartisipasi dalam fase pertama program vaksinasi COVID-19 mendatang, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengunjungi Pondok Pesantren Abdullah Gymnastiar alias Aa Gym pada 4 Desember 2020.
Dalam pertemuannya dengan ustadz populer di Pondok Pesantren Daarut Tauhid di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Moeldoko memintanya untuk mengikuti program vaksinasi.
Aa Gym menyambut positif permintaan Moeldoko dan menyatakan kesiapannya untuk menjadi bagian dari program vaksinasi jika vaksin tersebut bersertifikat halal, atau dapat diterima secara agama untuk dikonsumsi menurut hukum Islam.
Soal status kehalalan vaksin COVID-19 yang dipasok oleh perusahaan farmasi asing yang dikemukakan oleh Aa Gym mewakili keprihatinan sebagian umat Islam di Tanah Air.
Sekretaris Jenderal Pusat Pembela Ideologi Islam (Perisai) Syarikat, Harjono, misalnya, telah meminta dengan sungguh-sungguh kepada pihak berwenang Indonesia untuk menjamin status halal vaksin Sinovac China sebelum digunakan secara massal dalam program vaksinasi.
Selain itu, Perisai juga mengimbau BPOM untuk melakukan kajian yang komprehensif dan ketat terhadap vaksin tersebut sebelum diberikan EUA untuk alasan keamanan.
Harjono berpendapat bahwa status kehalalan dan keamanan vaksin China sangat diperlukan dan faktor penentu penting dalam penerimaan massal di tengah fakta bahwa persentase penurunan kejadian infeksi di antara mereka yang berada dalam kelompok yang divaksinasi masih belum diketahui.
Ia juga meminta transparansi berkelanjutan dari BPOM terkait dengan proses penelitian dan kelengkapan dalam studi ilmiahnya tentang vaksin China, dan memintanya untuk mempertimbangkan keselamatan publik sebelum memberikan persetujuan untuk distribusi vaksin.
“BPOM harus hati-hati dan transparan dalam proses penelitian karena kepentingan keselamatan masyarakat melampaui segalanya. Harus ada standar keilmuan yang diterapkan oleh lembaga demi akuntabilitas,” tandasnya.
Harjono kemudian mengimbau masyarakat untuk mendukung dan mengawal uji klinis vaksin tersebut untuk memastikan proses standarisasi pemeriksaan terpenuhi sebelum BPOM mengeluarkan EUA-nya.
Untuk tujuan ini, dia mendesak badan tersebut untuk tidak mengabaikan standardisasi ilmiah dari uji klinis vaksin Sinovac untuk satu-satunya tujuan memenuhi “tenggat waktu”.
“Kami yakin ada target jangka waktu dan pencapaian yang ingin diamankan pemerintah. Namun, BPOM diharapkan tetap berkomitmen untuk menerapkan standardisasi ilmiah secara ketat untuk menjamin khasiat, kualitas (vaksin), dan keamanan bagi masyarakat, “dia berkomentar.
Upaya pemerintah untuk mendorong seluruh bangsa untuk mendapatkan vaksinasi harus didukung untuk menciptakan kekebalan kawanan di antara anggota masyarakat, tetapi masalah status “halal” serta kemanjuran, kualitas, efektivitas, dan keamanan vaksin juga perlu ditangani. terus terang, tambahnya. (INE)
Berita terkait: Semua WNI dapat mengakses vaksin COVID-19: Widodo
Berita terkait: Jokowi berharap seluruh masyarakat Indonesia bersedia menerima vaksin COVID-19
DIEDIT OLEH INE