Pemerintah kembali merevisi turun PDB 2020 di tengah lonjakan kasus COVID-19 akhir tahun – Bisnis

Pemerintah terus menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun ini di tengah meningkatnya kasus COVID-19 menjelang liburan Natal dan Tahun Baru, serta pembatasan yang lebih ketat yang akan berdampak pada konsumsi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pada hari Senin bahwa pemerintah memproyeksikan kontraksi produk domestik bruto (PDB) antara 1,7 persen dan 2,2 persen tahun ini, didorong oleh menyusutnya belanja rumah tangga, yang menyumbang lebih dari setengah PDB Indonesia.

Perkiraan terbaru lebih rendah dari yang diumumkan pada bulan September, ketika pemerintah memproyeksikan kontraksi ekonomi dari 0,6 persen menjadi 1,7 persen.

“Kami memperkirakan pengeluaran rumah tangga menyusut sekitar 3,6 persen menjadi 2,6 persen karena meningkatnya kasus COVID-19 pada Desember yang memicu pembatasan yang lebih ketat,” katanya dalam konferensi pers virtual.

Dengan adanya pembatasan, ekonomi diperkirakan akan menyusut antara 0,9 persen dan 2,9 persen tahun ke tahun (yoy) pada kuartal keempat, meskipun ada tanda-tanda pemulihan pada November, kata menteri.

Kuartal terakhir yang suram merupakan pukulan lain bagi Indonesia, yang mencatat penurunan PDB sebesar 3,5 persen yoy pada periode Juli-September, yang membawa negara tersebut ke dalam resesi pertamanya sejak krisis keuangan Asia 1998. Kontraksi tersebut tidak separah penurunan 5,3 persen yoy yang terlihat di triwulan kedua.

Prediksi Sri Mulyani itu lebih pesimistis dibanding proyeksi Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang paling buruk minus 2 persen atau tumbuh 0,6 persen di kuartal IV.

Baca juga: PDB Indonesia bisa menyusut 2% di Q4: Airlangga

Pemerintah telah melakukan upaya bersama untuk melarang acara menarik orang banyak dan perayaan Malam Tahun Baru dari 18 Desember hingga 8 Januari dalam upaya untuk mencegah lonjakan penularan virus korona selama musim liburan. Surat edaran gugus tugas COVID-19 nasional terbaru juga mensyaratkan hasil tes antigen cepat negatif untuk pelancong yang menggunakan transportasi udara atau kereta api ke, dari, atau dalam Pulau Jawa.

Pada 21 Desember, negara itu telah mencatat lebih dari 671.700 kasus COVID-19 yang dikonfirmasi, sekitar 20.000 di antaranya telah berakhir mematikan sejauh ini.

Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Bank Dunia juga menurunkan proyeksi ekonomi Indonesia tahun ini. Keduanya sekarang memperkirakan ekonomi Indonesia akan berkontraksi sebesar 2,2 persen tahun ini, berlawanan dengan perkiraan sebelumnya tentang kontraksi PDB masing-masing sebesar 1 persen dan 1,6 persen.

Baca juga: ADB menurunkan prospek ekonomi Indonesia seiring perlambatan terus berlanjut

Sementara itu, lanjut Sri Mulyani, pihaknya juga memperkirakan investasi, penyumbang utama PDB Indonesia lainnya, akan mengalami kontraksi tahun ini.

“Kami memperkirakan investasi menyusut sekitar 4,5 persen menjadi 4,4 persen pada 2020,” katanya.

Namun, dia yakin kontraksi investasi pada kuartal keempat akan meningkat menjadi sekitar 4,3 persen menjadi 4 persen, dari minus 6,5 persen yang tercatat pada kuartal ketiga, seiring dengan peningkatan penjualan kendaraan niaga dan impor barang modal.

Penjualan grosir mobil naik 9,84 persen bulan ke bulan menjadi 53.844 kendaraan di November, menurut data Gabungan Produsen Mobil Indonesia (Gaikindo) yang dikumpulkan oleh konglomerat terdiversifikasi PT Astra International.

Baca juga: Permintaan pent-up mendongkrak penjualan mobil di November

Sri Mulyani memproyeksikan belanja pemerintah akan tetap relatif stabil pada kuartal keempat, kemungkinan tumbuh atau menyusut 0,3 persen yoy, karena pemerintah terus meningkatkan belanja selama pandemi, terutama untuk bantuan sosial.

“Pengeluaran untuk bantuan sosial tumbuh secara eksponensial sebesar 80 persen yoy dengan tujuan untuk melindungi konsumsi masyarakat miskin dan rentan selama pandemi,” katanya.

Belanja pemerintah telah meningkat 20,5 persen yoy menjadi Rp 1,56 kuadriliun ($ 111 miliar) per November.

Sementara total belanja negara naik 12,7 persen yoy menjadi Rp 2,31 kuadriliun dari tahun lalu.

Sementara itu, penerimaan negara selama periode tersebut turun 15,1 persen yoy menjadi Rp 1,42 kuadriliun seiring dengan menyusutnya penerimaan pajak sebesar 18,5 persen yoy menjadi Rp 925,34 triliun. Pendapatan non-pajak juga turun 15,9 persen yoy menjadi Rp 304,9 triliun.

“Meski penerimaan pajak turun, namun penerimaan dari beberapa kategori seperti pajak penghasilan badan dan pajak pertambahan nilai menunjukkan tanda-tanda perbaikan pada November dibandingkan kuartal III,” kata Sri Mulyani.

Namun, pengeluaran yang lebih tinggi dan penerimaan yang lebih rendah menyebabkan defisit anggaran negara melebar menjadi Rp 883,7 triliun, atau 5,6 persen dari PDB. Angka tersebut lebih tinggi dari defisit anggaran pada Oktober yang mencapai 4,67 persen dari PDB, meski masih dalam perkiraan pemerintah yang mencatat defisit 6,34 persen yang tinggi.

Mengingat rencana pemerintah untuk menawarkan vaksinasi COVID-19 secara gratis, Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah juga berencana untuk mengalokasikan lebih dari Rp 36,4 triliun dari anggaran pemulihan ekonomi nasional tahun 2020 ke tahun depan.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan ekonomi Indonesia akan menyusut 2 persen tahun ini karena konsumsi dan investasi belum kembali ke jalur normalnya.

“PDB kita pada kuartal keempat akan membaik dibandingkan kuartal sebelumnya, namun pembatasan yang lebih ketat dan pertumbuhan kredit yang negatif masih akan membebani perekonomian kita pada kuartal keempat,” ujarnya. The Jakarta Post pada hari Senin, memproyeksikan kontraksi PDB kuartal keempat antara 1 dan 2 persen.

Dia juga mendesak pemerintah merencanakan belanja di awal tahun untuk memastikan ada cukup dana untuk membiayai pengadaan dan distribusi vaksin.

Karena Josua mengharapkan pemerintah menghadapi masalah logistik dalam penyediaan vaksin, dia memperkirakan ekonomi negara hanya tumbuh 4 persen pada 2021, lebih rendah dari proyeksi pemerintah pertumbuhan ekonomi 5 persen.

Source