Menguji Klaim Habib Rizieq tentang HGU di Tanah PTPN

Jakarta

Konflik lahan terjadi antara PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII dan Pondok Pesantren (Ponpes) Markaz Syariah (MS) pimpinan Habib Rizieq Shihab di Megamendung, Kabupaten Bogor. PTPN VIII telah mengeluarkan surat panggilan yang meminta agar Markaz Syariah menyerahkan tanah tersebut.

Kemudian, Front Pembela Islam (FPI) merilis video yang memuat penjelasan Habib Rizieq soal itu. Intinya, Habib Rizieq mengakui PTPN VIII memiliki Hak Guna Usaha (HGU) yang menjadi Pondok Pesantren Markaz Islam. Namun, lahan itu ditinggalkan selama 30 tahun.

Merujuk pada Undang-Undang Agraria (UU), ia berpandangan jika ada tanah yang sudah terlantar selama 20 tahun maka tanah tersebut bisa menjadi milik penggarap. Ia juga yakin, HGU bisa dibatalkan jika pemilik HGU meninggalkan lahan yang dikelolanya.

Apakah itu benar?

Hak atas tanah sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria. Khusus untuk hak guna usaha diatur dalam Bagian IV. Dalam Pasal 28 Undang-Undang Ayat 1 dijelaskan bahwa hak guna usaha adalah hak untuk memanfaatkan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, untuk perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.

Kemudian pada Paragraf 2 dijelaskan bahwa HGU diberikan atas tanah dengan luas paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan jika luasnya 25 hektar atau lebih harus menggunakan penanaman modal yang tepat dan teknik korporasi yang baik, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. waktu. Pada ayat 3 disebutkan bahwa HGU dapat dialihkan dan dialihkan kepada pihak lain.

“Hak guna usaha diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun,” bunyi Pasal 29 Ayat 1.

Namun pada paragraf 2 disebutkan bahwa perusahaan yang membutuhkan waktu lebih lama dapat diberikan HGU untuk jangka waktu paling lama 35 tahun.

“Atas permintaan pemegang hak dan dengan memperhatikan kondisi perusahaan, jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan 2 pasal ini dapat diperpanjang paling lama 25 tahun,” bunyi Pasal 29 ayat 3.

Lebih lanjut, Pasal 30 Ayat 1 menyebutkan bahwa yang dapat memiliki HGU adalah (a) warga negara Indonesia dan (b) badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia. Pada ayat 2 dijelaskan bahwa orang atau badan hukum yang memiliki HGU tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak kepada pihak lain yang memenuhi persyaratan. Ketentuan ini juga berlaku bagi pihak lain yang memperoleh HGU jika tidak memenuhi persyaratan tersebut.

“Apabila hak guna usaha yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak tersebut dibatalkan oleh undang-undang, dengan ketentuan hak pihak lain akan diperhatikan, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah,” lanjut pasal 30 Paragraf 2.

Pasal 31 menyebutkan, HGU terjadi karena penetapan pemerintah. Dalam Pasal 32 ayat 1 disebutkan bahwa HGU, termasuk persyaratan pemberiannya, serta setiap pengalihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
Dalam Pasal 32 ayat 2 tertulis bahwa pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan alat bukti yang kuat mengenai pengalihan dan penghapusan hak guna usaha, kecuali dalam hal hak tersebut dicabut karena habisnya jangka waktu.

Ada beberapa hal yang menyebabkan HGU dihapus sebagaimana diatur dalam Pasal 34. Berikut rinciannya:

Sebuah. periode berakhir
b. diakhiri sebelum jangka waktu berakhir karena beberapa syarat tidak terpenuhi c. dilepaskan oleh pemegang hak sebelum jangka waktunya berakhir
d. dicabut untuk kepentingan umum
e. ditinggalkan
f. tanahnya hancur
g. ketentuan pasal 30 ayat 2.

Bagaimana klaim HGU Habib Rizieq? Buka halaman berikutnya.

Menonton video “Penjelasan Habib Rizieq terkait Kasus Tanah Pesantren Markaz Syariah
[Gambas:Video 20detik]

Source