Merdeka.com – Salah satu gangguan tidur yang paling sering dialami seseorang adalah bangun malam untuk buang air kecil. Kondisi yang lazim disebut nokturia ini seharusnya menjadi masalah kesehatan yang tidak boleh dianggap remeh.
Nokturia dapat diartikan sebagai berapa kali seseorang buang air kecil pada periode tidur utamanya, ketika seseorang terbangun dari tidur untuk buang air kecil pertama kali dan setiap buang air kecil berikutnya harus diikuti dengan tidur atau keinginan untuk tidur.
Harrina Erlianti Rahardjo, seorang ahli urologi menjelaskan, waktu tidur utama umumnya adalah tidur malam. Namun, bukan tidak mungkin orang tidur terutama pada siang hari karena mereka bekerja pada malam hari.
“Semuanya harus tercatat di urinary diary,” kata Harrina.
“Kalau ada yang mengeluh begadang, lalu kencing bolak-balik, tidak tergolong nocturia,” kata Harrina dalam temu media virtual beberapa waktu lalu.
Ketua Perhimpunan Wanita dan Urologi Fungsional Indonesia (INASFFU) mengatakan, nokturia terjadi saat ada masa tidur, bangun untuk buang air kecil, dan setelah itu kembali tidur.
Mengganggu Kualitas Tidur
Dalam keterangannya, Harrina mengungkapkan, dalam penelitian terhadap 1.555 subjek dari 7 kota di Indonesia, prevalensi nokturia mencapai 61,4 persen.
Dari total prevalensi tersebut, 61,4 persen terjadi pada laki-laki dan 38,6 persen pada perempuan. Kondisi ini paling sering terjadi pada kelompok usia 55 hingga 56 tahun.
Berbagai hal seperti gangguan saluran kemih bagian bawah, gangguan ginjal, hormonal, tidur, jantung dan pembuluh darah, psikologis dan pola makan bisa menjadi penyebabnya, kata Harrina.
Staf medis Departemen Urologi FKUI-RSCM ini mengatakan, nokturia sebenarnya penting untuk mendapatkan evaluasi, serta terapi atau pengobatan yang tepat.
“Karena bisa dibayangkan ketika seseorang tidur, lalu bangun bolak-balik, tidak hanya sekali, bahkan dua sampai tiga kali dalam semalam, kualitas tidurnya sangat terganggu.”
Selain itu, nokturia juga dapat mengakibatkan risiko seseorang mengalami kecelakaan karena terjatuh karena mengantuk, kecelakaan lalu lintas akibat mengemudi keesokan harinya, atau saat bekerja.
Pemeriksaan Dokter
Selama pemeriksaan, umumnya dokter akan melakukan wawancara tentang gejala nokturia, gejala saluran kemih bawah lainnya, dan berbagai hal yang dapat menyebabkan nokturia.
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan berat badan, tinggi badan, tanda-tanda vital, jantung, paru-paru, pembesaran hati (liver) dan kandung kemih penuh, pemeriksaan organ prostat dan panggul serta pembengkakan pada kaki atau pergelangan kaki, kata Harrina.
Penyelidikan biasa meliputi pemeriksaan protein antigen spesifik (PSA) untuk prostat, fungsi ginjal, elektrolit darah, gula darah, dan analisis urin.
“Jika perlu dilakukan pemeriksaan hormon seks, fungsi tiroid, sisa urine pasca kencing, dan elektrokardiogram untuk membantu diagnosa nokturia dan penyebabnya,” jelasnya.
Harrina mengungkapkan, ada beberapa terapi perilaku yang bisa dilakukan pasien. Beberapa di antaranya membatasi garam, protein, dan kalori untuk pencegahan obesitas dan diabetes, serta membatasi asupan cairan pada sore dan malam hari.
“Pemberian obat dilakukan jika terapi lini pertama, seperti intervensi gaya hidup, senam kandung kemih dan dasar panggul, tidak menghasilkan perbaikan gejala,” ujarnya.
Reporter: Prasasti Giovani Dio
Sumber: Liputan6.com [RWP]
Baca juga:
Jam tidur bayi yang tidak konsisten seharusnya tidak menjadi perhatian orang tua
Hal inilah yang menyebabkan bayi lebih mudah mengantuk saat diguncang