Jokowi Bikin Saham ADHI-WSKT Cs Naik, Masih Layak Dikoleksi?

Jakarta, CNBC Indonesia Emiten sektor konstruksi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) berhasil melesat pada perdagangan Kamis kemarin (17/12), meski Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menjadi patokan indeks pasar modal negara ditutup merah 0,08%. pada level 6.113 38.

Tim Riset CNBC Indonesia menilai kenaikan saham emiten konstruksi dan emiten semen terjadi setelah pemerintah mengeluarkan payung hukum Peraturan Pemerintah (PP) melalui pembentukan Investment Management Institute alias Sovereign Wealth Fund (SWF) yang sebelumnya diamanatkan di Omnibus.

Pemerintah telah menyelesaikan dua peraturan pelaksana yang berasal dari Undang-Undang Penciptaan Ketenagakerjaan (UU Omnibus Law Ciptaker) dan satu Keputusan Presiden (Kepres) tentang payung pembentukan Dana Abadi (Sovereign Wealth Fund) Lembaga Pengelola Investasi yang akan menjadi alternatif pembiayaan. untuk pembangunan proyek infrastruktur di Indonesia.

Sebanyak dua regulasi turunan, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2020 tentang Modal Awal Bagi Lembaga Pengelola Penanaman Modal dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola Penanaman Modal (LPI).

Keduanya merupakan aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penciptaan Lapangan Kerja, khususnya di bidang investasi.

Kemudian ada lagi aturannya, yaitu Keputusan Presiden Nomor 128 / P Tahun 2020 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Pengawas LPI dari Unsur Profesional.

Dengan akselerasi SWF diharapkan ini akan mendorong pembangunan infrastruktur dan proyek strategis lainnya di Indonesia dan menguntungkan emiten konstruksi BUMM yang saat ini berhasil berakselerasi.

Tentunya dengan maraknya saham-saham konstruksi membuat para pelaku pasar bertanya-tanya apakah saham-saham tersebut masih murah dan layak dikoleksi meski sudah terbang tinggi?

Perhatikan tabel berikut.

Baik, Ternyata meski sempat melesat tinggi dalam beberapa bulan terakhir, nyatanya ada dua saham konstruksi yang belum bisa pulih dari pandemi virus corona, seperti terlihat dari kinerja harganya di tahun berjalan.

Koreksi saham konstruksi Pelat Merah menunjukkan bahwa potensi keuntungan yang bisa diperoleh dari saham-saham tersebut masih akan terbuka jika levelnya kembali ke level di awal tahun.

Apalagi jika Anda ingat nanti ketika sudah diuntungkan dengan munculnya Omnibus Law dan SWF, laporan keuangan perusahaan akan kembali membaik setelah terjadi serangan pandemi.

Dua emiten yang masih melakukan koreksi di tahun berjalan adalah PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dengan koreksi masing-masing sebesar 2,02% dan 2,26% sepanjang tahun.

Berdasarkan valuasinya sendiri, jika menggunakan metode laba bersih dibandingkan dengan harga saham alias PER (price to earnings ratio), valuasi perusahaan konstruksi milik negara cukup mahal karena PER saham konstruksi sudah menyentuh. tiga digit alias ratusan kali lipat, jauh di atas rata-rata perusahaan konstruksi dengan PER 31,6 kali.

Emiten WSKT pun masih merugi Rp 2,64 triliun sepanjang 2020, sehingga PER-nya belum bisa dianalisis. Kenaikan PER saham konstruksi Plat Merah disebabkan sektor konstruksi menjadi salah satu sektor yang terkena imbas parah korona sehingga laba bersihnya anjlok.

Proyek-proyek strategis emiten konstruksi sempat terhenti akibat penerapan PSBB (pembatasan sosial skala besar) dan proyek-proyek tersebut cenderung membutuhkan modal kerja awal yang besar sehingga ketika proyek terhenti maka biaya modal akan meningkat.

Dengan PER jumbo ini, pelaku pasar bertaruh dengan hadirnya Omnibus Law dan SWF di masa depan sektor konstruksi Plat Merah akan kembali. menguntungkan Bahkan, keuntungannya diharapkan meningkat dari tahun-tahun sebelumnya karena proyek-proyek strategis nasional akan digenjot lagi.

Sedangkan jika menggunakan metode book value valuation dibandingkan dengan harga saham alias metode PBV (price to book value), valuasi saham konstruksi milik negara sebenarnya masih murah karena masih di bawah rata-rata industri sebesar 1,7 kali lipat.

Dengan cara ini, saham konstruksi Pelat Merah termurah jatuh ke PT Adhi Karya Tbk (ADHI) dengan PBV 0,95 kali, sedangkan saham konstruksi termahal jatuh ke WSKT meski pada 1,48 kali PBV WSKT masih relatif murah.

TIM PENELITI CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]

(trp / trp)


Source