Jenazah Maradona dikeluarkan dari kuburan untuk diotopsi, ini hasilnya

Jakarta

Setelah Diego Maradona meninggal dan dimakamkan, jenazahnya diangkat lagi untuk diotopsi untuk menentukan penyebab pasti kematiannya. Berikut hasil otopsi jenazah Maradona.

Maradona meninggal pada 25 November 2020 karena serangan jantung. Legenda sepak bola Argentina meninggal pada usia 60 tahun.

Ada tanda tanya tentang penyebab kematian Maradona, apalagi beberapa minggu sebelum meninggal ia menjalani operasi untuk pendarahan di otak. Menariknya, kematian Maradona jauh dari rasa sakit di otak.

Jenazah eks pemain Napoli dan Barcelona itu kemudian diotopsi. Sebelumnya, jenazah Maradona telah dimakamkan sehingga harus dikeluarkan lagi dari tempat peristirahatan terakhirnya.

“Tidak ada obat (ilegal),” kata seorang pejabat pengadilan yang dikutip ABC, terkait hasil otopsi legenda sepakbola dunia itu.

Maradona memang memiliki pengalaman dengan obat-obatan medis, setelah meminum tujuh obat berbeda untuk mengobati depresi, kecemasan, dan penyakit lainnya. Dulu, Maradona bahkan dikenal sebagai sosok yang dekat dengan narkotika dan obat-obatan terlarang.

Otopsi dilakukan berdasarkan sampel darah dan urin. Kepolisian Ilmiah Buenos Aires, mengatakan Maradona memiliki masalah dengan ginjal, jantung, dan paru-parunya.

“Edema paru akut akibat gagal jantung kronis diperburuk oleh kardiomiopati dilatasi,” tulis pernyataan polisi.

Maradona dikabarkan memindahkan tempat pemakamannya. Maradona juga meminta agar dia diawetkan ketika dia meninggal dan tubuhnya disimpan di sebuah museum di Argentina.

Maradona ingin meniru rasa hormat bapak bangsa dari Uni Soviet, Vladimir Lenin, yang jenazahnya dipajang di Lapangan Merah Moskow, dari kematiannya pada tahun 1924 hingga sekarang.

(lari / krs)




Source