Ketua Presidium Pengawasan Kepolisian Indonesia (IPW) Neta S. Pane memperkirakan Istana akan menjaring dua calon utama berdasarkan rekomendasi dari dua lembaga, yakni Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Majelis Pangkat dan Jabatan Polri (Wanjakti). .
Ia berharap proses pencalonan Kapolri saat ini mengikuti prosedur standar, berbeda dengan saat Idham Azis menjadi Kapolri. “Tahun lalu tidak melalui proses Wanjakti. Nama Idham Azis didapat Presiden hanya melalui proposal dari Komisi Kepolisian Nasional,” ujarnya, Sabtu (19/12/2020).
Dalam menentukan bakal calon Kapolri menggantikan Idham Azis, Neta mencermati tiga hal penting yang harus diperhatikan Istana. Pertama, sejauh mana loyalitas dan kedekatan capres dengan Presiden Jokowi. Kedua, calon Kapolri pengganti Idham Azis harus mampu melakukan konsolidasi internal Polri.
Khususnya jam terbangnya, kapasitas dan kapabilitasnya yang dapat diterima oleh senior dan junior di Polri, serta kualitas kepemimpinan yang mampu menyelesaikan masalah internal maupun eksternal kepada polisi, jelasnya.
Ketiga, Calon Polri, menurutnya tidak memiliki kerentanan terhadap permasalahan, terutama yang berpotensi menimbulkan polemik di masyarakat. “Ketiga kriteria ini menjadi pembahasan yang serius dalam menentukan dan menyeleksi calon Kapolri, karena persoalan Polri ke depan tidak lagi sekadar menghadapi pelaku kriminal dan ancaman keamanan hari tua,” jelasnya.
Neta mengatakan, pada pertengahan Januari 2021, setidaknya pihak Istana sudah mengantongi calon dan sudah dikirim ke Komisi III DPR untuk mengikuti uji kelayakan. “Setidaknya 20 hari sebelum Kapolri Idham Azis pensiun, nama calon penggantinya sudah bisa diproses,” ujarnya.
Informasi yang beredar di media, Wanjakti saat ini tengah membahas 10 nama petinggi Komjen sebagai calon Kapolri. Enam dari mereka adalah Panglima Polri dan empat lainnya bertugas di luar struktur Polri.
Sementara itu, Komisaris Besar Polri Kompol Poengky Indarti mengaku telah mengantongi nama calon Polri yang akan dilamar Jokowi.
Namun, dia tidak menyebutkan nama calonnya. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 11 ayat (6) huruf B menyebutkan, Kapolri yang baru sebelum terpilih dilihat dari dua aspek yaitu pangkat dan jenjang karir.
Yang dimaksud dengan pangkat adalah asas senioritas dalam arti yang paling tinggi berada di bawah Kapolri, ”kata Poengky, Sabtu (19/12/2020).
Jika melihat berbagai dalil dari dua institusi yang dapat memberikan rekomendasi calon Kapolri kepada Presiden, ada dua kekuatan yang paling mungkin menjadi Kapolri, yaitu angkatan pendidikan akademi polisi 1988 dan angkatan 1989 memaksa.
Setidaknya, ada 3 Komisaris Jenderal (Komjen) yang diunggulkan dari dalil tersebut, yakni pada angkatan 1988 diantaranya Komjen Pol Gatot Eddy Pramono sebagai Wakil Kapolri dan Komjen Pol Boy Rafli Amar sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). ; dan Komjen Pol Agus Andrianto sebagai Kabaharkam angkatan 1989.
Gatot Eddy Pramono. Saat pandemi Covid-19, Wakil Kapolri Gatot Eddy Pramono kerap muncul di depan umum karena ditugaskan Presiden Jokowi sebagai Wakil Ketua Pelaksana Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN).
Gatot Eddy Pramono disebut-sebut sebagai calon kuat Kapolri menggantikan Idham Aziz. Pria kelahiran Solok, Sumatera Barat, 28 Juni 1965 ini memiliki pengalaman di bidang penyidikan. Sebelum menjadi Wakil Kapolri, dia adalah Kapolda Metro Jaya.
Direktur Eksekutif Tinjauan Politik Indonesia Ujang Komaruddin mengatakan, Gatot Eddy adalah salah satu dari tiga nama yang paling direkomendasikan menjadi Kapolri.
Sementara itu, Pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta memaparkan keunggulan Komjen Pol Gatot menjadi Kapolri. Dengan masa kerja tiga tahun dan dia sudah cukup senior.
Pengalaman Komjen Pol Gatot Eddy perlu diperhitungkan, pernah menjadi Kapolda Metro Jaya agar paham situasi di lapangan, katanya, Rabu (24/12/2020) di Jakarta. .
Kedua, Boy Rafli Amar, yang kariernya mirip dengan Tito Karnavian, melejit setelah menjadi Kapolda Papua. Boy saat ini juga menjadi kepala BNPT. Bedanya, Boy dikenal luas sebagai Humas Polisi.
Boy Rafli Amar lahir di Jakarta pada 25 Maret 1965 dari pasangan Minangkabau. Ayahnya dari Solok sedangkan ibunya dari Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat. Ia adalah cucu penulis Indonesia, Aman Datuk Madjoindo.
Staf pengajar Universitas Tarumanagara, Dr. Urbanisasi, memperkirakan Boy Rafli sangat layak menjadi Kapolri. Selain sebagai seorang humanis, ia juga memiliki kemampuan berkomunikasi di segala lini.
“Ini sekaligus menjadi aset sekaligus prestasi Komjen Boy Rafly saat menjadi Kabag Humas Polri,” kata Urbanisasi.
Lebih lanjut Urbanisasi mengatakan, salah satu prestasi terbaik Boy Rafli sebagai perwira polisi adalah ketika bertugas di Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror. “Kasus terorisme yang ditangani Pak Boy merupakan kasus berskala besar dan menjangkau internasional. Dia menangani kasus bom Bali, “ujarnya.
Dalam penanganan kasus Bom Bali, Boy menghadapi banyak pelaku seperti Amrozi, Imam Samudra, Muklas, Ali Imron, Dokter Azhari, Nurdin M Top. Padahal, dengan Ustaz Abu Bakar Baaâ ???? syir, pengurus Pondok Pesantren Ngeruki Solo yang dulu percaya dengan masyarakat atau pelaku bom Bali.
Ketiga, Agus Andrianto, lulusan Akademi Kepolisian tahun 1989, diketahui memiliki pengalaman di bidang penyidikan, sebelum menjadi Kapolda Sumatera Utara menggantikan Komjen Firli Bahuri yang merupakan ketua KPK.
Pria kelahiran Blora, Jawa Tengah, 16 Februari 1967 ini gencar mengkampanyekan penggunaan produk dalam negeri di institusi kepolisian.
Dari ketiga nama itu, siapa yang bakal jadi calon Kapolri? Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Golkar, Supriansa mengakui, belum ada calon yang secara resmi dikirim Presiden ke DPR. “Dari fit and proper test bisa kita simpulkan,” ucapnya singkat. ***