KOMPAS.com – Berita penggabungan atau penggabungan dua perusahaan raksasa ride hailing di Asia Tenggara, Grab dan Gojek terus bermunculan sepanjang tahun 2020.
Baru-baru ini, Grab secara teratur meminta CEO dan pendirinya, Anthony Tan, untuk menjadi “CEO seumur hidup” de facto, dari entitas yang dihasilkan penggabungan Grab-Gojek nanti.
Grab kemungkinan akan muncul sebagai pemimpin, karena dinilai lebih tinggi dari Gojek dan beroperasi di lebih banyak pasar, seperti dirangkum KompasTekno dari Nikkei Asia, Senin (28/12/2020).
Baca juga: Disebut Hampir Setuju Gabung, Ini Kata Gojek dan Grab
Selain itu, Grab juga memiliki kondisi keuangan yang lebih sehat termasuk pendapatan jika dibandingkan dengan kompetitornya di Indonesia.
Klausul
Menurut dua orang yang dekat dengan masalah tersebut penggabungan Di sini, Grab juga dikabarkan menambahkan beberapa klausul sebagai syarat penggabungan, termasuk memberi Tan hak suara besar di entitas perusahaan, hak veto atas keputusan dewan, dan kendali atas pendapatannya sendiri.
Sumber lain mengatakan, kondisi seperti “siapa yang bisa menunjuk, dan dalam kondisi apa, CEO (grup) baru jika (Tan) meninggal” juga sedang dibahas di antara kedua perusahaan.
Jika semua persyaratan klausul dari Grab disetujui, ini akan memberi Tan kekuasaan yang signifikan atas entitas gabungan baru kedua perusahaan tersebut decacorn di Asia Tenggara.
Ini juga menimbulkan kekhawatiran bagi beberapa investor. Namun, pihak Grab langsung menanggapi kekhawatiran tersebut dengan mengklarifikasi bahwa merger entitas Grab-Gojek juga akan dilakukan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan IPO.
Baca juga: Pengemudi Ojol Ancam Demo Besar-besaran Jika Grab dan Gojek Merger
Selain itu, Grab yakin bahwa pihaknya memiliki saham supervoting, sehingga memberikan pengaruh yang lebih besar kepada para pendirinya. Hak yang sama juga akan diberikan kepada co-CEO Gojek, Andre Soelistyo.
Menurut satu sumber, ketidaksepakatan utama dari rencana tersebut penggabungan ini tentang struktur kepemilikan saham dari entitas bersama.
Menurut informasi, Gojek telah meminta 40 persen saham entitas tersebut penggabungan. Jumlah tersebut, menurut Grab, secara fundamental terlalu berlebihan mengingat kondisi keuangan Grab yang lebih baik.
Meski isu merger ini sudah mencuat sejak awal tahun, baik Grab, investor utama Grab SoftBank, maupun Gojek sendiri menolak berkomentar soal masalah ini.
Penolakan mitra
Di Indonesia sendiri, isu penggabungan itu telah menerima penolakan kuat dari mitra supir ojek online.
Asosiasi Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia mengancam akan menggelar aksi besar-besaran, jika penggabungan (merger perusahaan) antara Grab dan Gojek terwujud.
Baca juga: Satu dekade beroperasi, Gojek punya 2 juta mitra pengemudi di Asia Tenggara
Ketua Presidium Pengawal Nasional Indonesia, Igun Wicaksono mengatakan, pihaknya menolak rencana merger antara Gojek dan Grab.
“Kita sepakat untuk melakukan aksi simultan atau aksi secara bergelombang dari teman-teman Ojol (ojek online) di seluruh Indonesia,” kata Igun. KompasTekno, Rabu (16/12/2020).
Igun menjelaskan, Garda Indonesia khawatir jika setelahnya penggabungan, akan ada PHK (PHK) mitra pengemudi ojek online, dengan dalih efisiensi perusahaan.
Nantinya, kesepakatan penggabungan perusahaan Grab-Gojek masih membutuhkan persetujuan regulator dan pemerintah.