FPI Siap Lepas Tanah Markaz Syariah, Ini Syaratnya

VIVA – Front Pembela Islam (FPI) masih menjadi perhatian publik karena polemiknya dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII. Masalahnya karena lahan untuk membangun Pondok Pesantren Markaz Syariah di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Wakil Sekretaris Jenderal DPP FPI, Aziz Yanuar mengatakan pihaknya siap melepas pesantren Markaz Syariah di Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Ini surat panggilan pengadilan yang dikirim oleh PTPN VIII.

“Bahwa pengelola MS-MM siap melepas tanah jika dibutuhkan negara,” kata Aziz dalam keterangannya, Jumat 25 Desember 2020.

Namun, FPI menuntut ganti rugi atas tanah yang dipesan jika dibebaskan. Pasalnya, kata dia, pihaknya telah membangun lahan tersebut.

Selain itu, menurut dia, pihaknya membeli lahan dari petani dengan surat lengkap.

“Mohon ganti rugi kepada keluarga dan ummat yang telah dikeluarkan untuk membeli tanah yang berlebih dan biaya pembangunan yang telah dikeluarkan,” jelasnya.

Ia menjelaskan, uang santunan tersebut nantinya akan digunakan untuk membangun kembali pesantren Markaz Syariah di tempat lain.

“Sehingga biaya santunan bisa digunakan untuk membangun kembali Pondok Pesantren Markaz Syariah di tempat lain,” ujarnya.

Sebelumnya, lahan Pondok Pesantren Agro-Budaya Markaz Syariah seluas 31,91 hektare di Desa Kuta, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, sempat diperiksa. Ini bermula dari surat bernomor SB / I.1 / 6131 / XII / 2020 tanggal 18 Desember 2020 yang dikirimkan oleh PTPN VIII. Surat tersebut ditandatangani oleh Direktur PTPN VIII Mohammad Yudayat.

Dalam somasi tersebut, Mohammad Yudayat menyatakan adanya permasalahan penguasaan fisik PTPN VIII Kebun Gunung Mas seluas kurang lebih 31,91 ha di Megamendung oleh Pondok Pesantren Markaz Syariah Agro-Budaya. Soal sudah ditulis sejak 2013 tanpa izin dan persetujuan dari PTPN VIII.

Selain itu, PTPN VIII menjelaskan bahwa tanah tersebut merupakan aset dengan mengacu pada Sertifikat HGU Nomor 299 tanggal 4 Juli 2008. PTPN juga mengingatkan adanya ancaman pidana penguasaan fisik atas tanah HGU tanpa izin dan persetujuan dari PTPN VIII.

Untuk itu, PTPN VIII mengingatkan pimpinan Ponpes Markaz Syariah untuk menyerahkan tanah atau dikosongkan paling lambat tujuh hari setelah surat diterima.

Baca juga: Sejarah PTPN yang Menggebrak Pondok Pesantren Habib Rizieq di Megamendung

Source