Jakarta, CNN Indonesia –
Amerika Serikat berencana untuk mengakui pembunuhan 1,5 juta orang Armenia oleh Kekaisaran Ottoman Turki selama Perang Dunia I sebagai tindakan genosida.
Pembantaian itu terjadi pada tahun 1915 ketika Kekaisaran Ottoman Turki melawan Tsar Rusia selama Perang Dunia I di tempat yang sekarang disebut Armenia.
Waktu New York dan Wall Street Journal dilaporkan Presiden Joe Biden akan membuat pernyataan pada hari Sabtu minggu ini untuk memperingati ulang tahun ke-106 pembantaian tersebut.
Dilaporkan ReutersJuru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, mengatakan kepada wartawan di Washington bahwa Biden akan memiliki beberapa penjelasan untuk masalah ini pada Sabtu pekan ini. Namun, dia menolak merinci penjelasan Gedung Putih nanti.
Jika benar, langkah itu akan menjadikan Biden sebagai presiden AS pertama yang secara eksplisit menyebut pembunuhan itu sebagai genosida, sebagai kejahatan perang dalam hukum internasional.
Langkah Biden dipastikan akan membuat marah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan meskipun pengakuan AS tidak akan menghasilkan konsekuensi hukum apa pun atas peristiwa bersejarah ini.
Rencana penerimaan tersebut dilakukan setelah lebih dari 100 anggota Kongres yang dipimpin oleh Ketua Komite Intelijen DPR AS, Adam Schiff, menulis surat terbuka kepada Biden yang mendesak presiden untuk menepati janji kampanyenya terkait insiden tersebut.
Kongres AS secara resmi mengakui pembunuhan warga Armenia sebagai genosida pada Desember 2019 setelah melalui jajak pendapat simbolis.
Sejauh ini, Turki mengakui banyak warga Armenia yang hidup di era Kesultanan Utsmaniyah tewas dalam bentrokan saat PD I. Namun, Turki kerap membantah jumlah warga Armenia yang tewas dan membantah pembunuhan itu merupakan genosida yang sengaja dilakukan secara sistematis.
Kongres AS telah lama mendesak presiden untuk mengakui pembantaian itu sebagai genosida. Namun, di era kepemimpinan Presiden Donald Trump, pemerintah AS sama sekali tidak mengangkat isu tersebut karena kedekatan presiden dengan Erdogan.
Namun, sejak Biden menjabat di Gedung Putih pada Januari, Erdogan belum berbicara dengan penerus Trump.
Sejak Biden menjabat, AS terus memberikan tekanan pada Turki dengan sering mengungkapkan ketidakpuasan dengan rekam jejak penegakan hak asasi manusia di negara tersebut.
(rds / dea)
[Gambas:Video CNN]