Ada Varian Virus Corona Baru, Masih Efektifkah Vaksinnya?

Jakarta, CNBC Indonesia – Kasus kumulatif infeksi Covid-19 di dunia sudah hampir mencapai 80 juta orang. Lebih dari 1,7 juta orang meninggal. Sebanyak 44,7 juta orang dinyatakan sembuh dan sisanya hampir 32,9 juta orang dinyatakan positif mengidap patogen ganas tersebut.

Beberapa negara seperti Bahrain, Meksiko, Arab Saudi, Kanada, Amerika Serikat (AS), dan Inggris telah mengeluarkan izin penggunaan darurat calon vaksin Covid-19 yang dibuat oleh Pfizer dan mitranya BioNTech.

Kandidat vaksin yang dikembangkan kedua perusahaan farmasi tersebut diklaim memiliki tingkat khasiat (kemanjuran) mencapai 95% berdasarkan hasil analisis awal uji klinis fase tiga yang masih berlangsung.

Kemanjuran BNT162b2 yang dikembangkan oleh Pfizer-BioNTech sama dengan tingkat potensi mRNA-1273 yang dikembangkan oleh Moderna. Hingga saat ini, terdapat lima kandidat vaksin Covid-19 yang melaporkan analisis data awal hasil uji klinis akhir mereka.

Baru-baru ini vaksin dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi China, Sinovac. Vaksin yang diberi nama CoronVac ini diklaim efektif hingga 91,25%. Klaim tersebut berdasarkan hasil uji klinis yang dilakukan di Turki.

Tingkat efikasi vaksin di atas 70% terbilang baik dan diharapkan dapat mengurangi potensi wabah yang lebih luas. Namun kemanjuran ini masih berdasarkan hasil uji klinis. Secara riil, kemungkinan efektivitasnya akan lebih rendah daripada hasil uji klinis.

Sinovac melakukan uji klinis tahap akhir di tiga negara, yaitu Brasil, Turki, dan Indonesia. Di Brazil dan Turki jumlah relawan tes mencapai lebih dari 13 ribu orang, sedangkan di Indonesia hanya 1.600 orang.

Meski mendapat kabar positif terkait hasil uji coba vaksin Covid-19, publik global masih mengkhawatirkan perkembangan terkini wabah Covid-19. Tren peningkatan kasus Covid-19 setiap hari di Inggris terus meningkat. Peningkatan kasus tersebut dikaitkan dengan ditemukannya varian baru virus Corona, yang diberi nama B.1.1.7 oleh ilmuwan Inggris.

Pada 8 Desember, kasus baru di Inggris meningkat sekitar 15 ribu kasus sehari. Terakhir (20/12/2020), dalam sehari Inggris mencatat 24 ribu kasus baru. Artinya, dalam waktu kurang dari dua minggu, kasus baru melonjak hampir 50%.

Peningkatan yang signifikan mendorong Perdana Menteri Inggris Boris Johnson untuk memutuskan kuncitara yang lebih ketat. Selidiki peningkatan kasus harian seiring dengan penemuan varian virus baru oleh 60 otoritas kesehatan lokal di Inggris.

Saat ini terdapat satu publikasi yang telah dipublikasikan di jurnal ilmiah dan beredar di media online. Studi yang dilakukan oleh 10 ilmuwan dari konsorsium genomik Covid-19 Inggris (COG-UK), menemukan bahwa varian ini muncul karena mutasi.

Penelitian berjudul “Karakterisasi genom awal dari garis keturunan SARS-CoV-2 yang muncul di Inggris ditentukan oleh kumpulan mutasi lonjakan baru“Dikatakan bahwa varian ini muncul karena adanya perubahan genetik (mutasi) pada protein Spike yang berfungsi untuk menginfeksi inang.

Ada tiga perubahan genetik yang ditemukan dari karakterisasi ini. Mutasi pertama terjadi pada rangkaian asam amino yang berperan untuk mengikat reseptor pada manusia dan tikus.

Mutasi ini diidentifikasi sebagai mutasi yang dapat meningkatkan afinitas (kemampuan untuk mengikat) dengan reseptor di inang. Dalam hal ini manusia dan tikus.

Perubahan genetik kedua adalah penghapusan (hilangnya) asam amino pada urutan ke-69 dan ke-70 pada protein Spike. Jenis mutasi ini dikatakan dapat memungkinkan virus melarikan diri dari sistem pertahanan inang dalam beberapa kasus.

Kemudian mutasi terakhir adalah perubahan asam amino di daerah dekat gugus fungsi penting protein SARS-CoV-2. Kabar santer terdengar bahwa varian atau mutan B.1.1.7 lebih cepat ditransmisikan.

Padahal, jika merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh COG-UK, dampak mutasi strain baru ini belum diketahui. Namun pertumbuhan yang tinggi dan penularan yang cepat ini semakin mendorong para ilmuwan di berbagai negara untuk meningkatkan pemantauan genom dan melakukan kegiatan karakterisasi.

Virus, terutama yang memiliki materi genetik berupa RNA, dikenal dengan tingkat mutasinya yang tinggi. Melihat ciri khas tersebut, Prof Alan McNally, pakar di University of Birmingham mengatakan tidak perlu histeris.

Prof Jonathan Ball, mengatakan informasi genetik pada banyak virus dapat berubah dengan sangat cepat dan terkadang perubahan ini dapat menguntungkan virus dengan memungkinkannya untuk menularkan secara lebih efisien atau lolos dari vaksin atau perawatan.

Namun, Profesor Virologi Molekuler di Universitas Nottingham melanjutkan bahwa banyak perubahan tidak berpengaruh sama sekali. Demikian disampaikan dalam wawancara dengan BBC News.

Menurutnya, mutasi yang menyebabkan galur baru bukan berarti penyakitnya semakin menular atau berbahaya. Kuncinya tetap pada pemantauan dan penelitian untuk mendapatkan gambaran lengkap dan komprehensif tentang strain baru ini.

Tidak hanya ditemukan di Inggris, varian baru ini juga ditemukan di negara lain seperti Denmark, Belanda, Italia dan Australia. Menurut para ahli, keberadaan varian baru Covid-19 ini tak lantas membuat vaksin Covid-19 saat ini tidak efektif.

TIM PENELITI CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]

(twg / twg)


Source