VIVA – Kanker masih merupakan salah satu dari lima penyakit tidak menular yang termasuk dalam kategori yang harus segera ditangani. Pasalnya, angka kematian akibat kanker masih cukup tinggi.
Ketua Masyarakat Onkologi Indonesia (POI) Dr. Aru W. Sudoyo mengatakan, kanker merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi saat ini, selain kanker paru-paru. Bahkan dalam pertemuan seluruh anggota Kementerian Kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam pertemuan WHO, kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang diumumkan yang harus segera ditangani.
Penyakit tidak menular terutama hipertensi, jantung koroner, kanker, dan depresi merupakan kumpulan penyakit yang harus segera diatasi dan hal-hal yang mendesak melakukan. Dengan tantangan pada tahun 2030 sepertiga dari angka kematian harus dieliminasi akibat penyakit tidak menular ini, ”kata Aru melalui konferensi virtual, Sabtu, 19 Desember 2020.
Target ini tidak mudah karena hampir 70 persen penderita kanker terdeteksi pada stadium 3 dan 4. Belum lagi di Indonesia, kebiasaan merokok masih cukup tinggi. Sedangkan rokok masih menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kanker paru-paru.
“Jika kita melihat situasi di negara ini, bagaimana kita tidak bisa menghilangkan merokok sebagai faktor risiko utama, maka kita akan tetap melihat kanker paru-paru sebagai nomor 1 pada pria. Dan sedikit di bawah tetapi masih di 10 besar, (paru-paru). kanker menyebabkan kematian.) itu pada wanita, “jelas Aru.
Sementara itu, Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan RI, Dr. Rita Rogayah mengungkapkan, penyakit kanker paru-paru tercatat sebagai penyakit kematian tertinggi di tahun 2018. Sebanyak 1,8 juta orang di seluruh dunia meninggal akibat penyakit ini. Dimana kebanyakan penderita kanker paru adalah laki-laki.
“Di Indonesia, lebih dari 30 ribu orang terdiagnosis kanker paru-paru, sedangkan 26 ribu orang meninggal akibat kanker paru-paru pada 2018. Riset kesehatan dasar pada 2018 juga menyampaikan bahwa prevalensi kanker di Indonesia mencapai 1,8 per 1.000 penduduk,” kata Rita.
“Persentase tertinggi pada pria adalah kanker paru-paru yaitu 14 persen dari total kanker, disusul kanker kolorektal sebesar 11,9 persen. Pada wanita persentase terbesar adalah kanker payudara dengan persentase 30,9 persen,” lanjutnya.
Lebih lanjut Rita berharap data kanker di Indonesia tahun 2018 ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam perencanaan program pencegahan kanker.
“Dengan adanya data kanker Indonesia tahun 2018 ini dapat menjadi dasar untuk perencanaan program pengendalian kanker, baik di tingkat pusat maupun daerah,” kata Rita.
Sedangkan berdasarkan data BPJS Kesehatan, kata Rita, kanker menempati urutan ketiga dengan pendanaan terbesar. Tercatat pada 2017 pembiayaan kanker di Indonesia mencapai Rp 3,1 triliun, sedangkan pada 2018 pembiayaan kanker sekitar Rp 3,4 triliun.
Meski begitu, program pembiayaan kanker diharapkan dapat dilaksanakan secara komprehensif. Sehingga bisa menyentuh semua lapisan masyarakat.
“Jadi program pembiayaan kanker ini harus dilakukan secara komprehensif, mulai dari promosi, pencegahan, deteksi dini, skrining, diagnosis, terapi, surveilans, penelitian, hingga rehabilitasi. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat akan peduli dan ingin berperan aktif dalam pencegahan kanker yang efektif., efisien, berkualitas, terjangkau dan berkelanjutan, “ujarnya.
Laporan: Firda Junita